Minggu, 13 Juni 2010

Teh Siska

Hari ini seorang guru baru diperkenalkan di sekolahku, tentu saja setiap guru baru apalagi seorang wanita mendapat perhatian lebih. Maklum di sekolahku wanita termasuk barang langka. Aku sekolah di STM dan ambil jurusan listrik. Namanya Bu Siska, guru bahasa inggris kami yang baru, wajahnya yang teduh, bibir tipisnya yang selalu menyungingkan senyum. Tampak anggun dengan baju safari dipadu jilbab putih lebarnya. Tingginya sekitar 160-an, dan dari perawakannya yang tidak kurus dan tidak gemuk terpampang sosok tubuh yang ideal bagi seorang wanita. Kulitnya yang bersih, semakin memancarkan kecantikannya. Dia baru lulus kuliah dan baru menjadi tenaga honorer di sekolahku.

Pada pelajaran ini aku sulit sekali konsentrasi, pikiranku meracau kemana-mana membayangkan tubuhnya, apalagi ketika dia merunduk ketika melulis di papan yang agak bawah, hatiku semakin tidak karuan. Walaupun sudah memakai jilbab lebar namun lekukan di dadanya masih sulit disembunyikan, aku bayangkan sepasang payudara yang menantang dan sangat indah, aku taksir sekitar 36 A atau 36 B. "Rusdi...apa yang kamu pikirkan? kamu sakit?" suaranya memanggilku, aku tersentak, cepat sekali dia hafal nama murid di sini. "Maaf Bu, tidak ada apa-apa" sahutku. "Oke guys, give me an attention please." katanya untuk mengambil perhatian kami.

"Hai Rus, rumah kamu di sini juga ya?" seseorang memanggilku saat sedang duduk di halaman rumah. "Oh Ibu, ya Bu, Ibu tinggal disini juga?", "Jangan panggil Ibu, panggil teteh aja, Panggil Ibunya di sekoah saja ya" sahutnya ramah, "i...iya Bu, eh...Teh". Sosok wanita yang sangat diidamkan pria, cantik, ramah, dan shalehah. Ternyata dia kos di kontrakan yang tidak jauh dari rumahku, setiap sore rumahnya selalu ramai oleh anak-anak yang belajar mengaji padanya. Sedangkan aku sendiri semakin terlarut dalam fantasiku membayangkan Teh Siska, hampir setiap kesempatan. Apalagi setiap pagi selalu lewat depan rumahku, dan terkadang kita berangkat bersama ke sekolah. Dia sudah menganggapku seperti adiknya sendiri, padahal aku sendiri menyimpan perasaan yang tidak mungkin aku ungkapkan. Dia adalah guruku, 8 tahun lebih tua dariku.

Suatu siang, aku beranikan mengetuk pintu rumah kontrakannya, "Siang Teh". "Eh Rusdi, ada apa? ada yang bisa teteh bantu?" "Enggak teh, cuma tadi masih ada yang blum mengerti tentang tenses yang teteh ajarkan, mau kan mengulangi lagi mengajarkan?" tanyaku sedikit berbohong, padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. "Kenapa tadi tidak disekolah saja?", "Gak enak teh terlalu banyak tanya, kasihan temen-temen jadi terganggu". "Ohh..kalau begitu baiklah tapi diluar saja ya, tidak enak sama tetangga", "Ba...baik Teh, sahutku" sayang sekali padahal aku ingin berdua dengannya di dalam. Siang ini dia begitu cantik dengan balutan gamis warna pink dan jilbab putih yang menjuntai, tak lupa kaos kaki yang semakin membuatku penasaran seperti apakah kakinya, yang pasti jenjang dan menarik. Bedua dengannya saja sudah membuatku berdebar, aroma tubuh wanita yang has tercium membangkitkan kelaki-lakianku. "Rus...gimana sudah faham?", "eh...yang mana Teh", "katanya mau belajar, kok malah melamun terus, kamu harus konsentrasi", "I..iya teh". Tak terasa hari beranjak sore. "Assalaamu'alaikum..." terdengar suara beberapa anak-anak yang memanggil, "Maaf yah Rus, teteh harus mengajar anak-anak, lain waktu dilanjutkan ya, jangan sungkan kalau masih ada yang tidak faham", "Iya teh, terima kasih ya"

Kecantikannya dalam sekejap menjadi buah bibir di desaku, namun sayang setiap laki-laki yang menyatakan cinta padanya selalu ditolak dengan cara halus, bahkan seorang anak saudagar terkaya di desa kamipun tidak mampu menaklukan hatinya. dan tidak sedikit yang mulai sakit hati padanya. November ini hujan mulai sering turun, sore ini Teh Siska, mampir ke rumahku, menitipkan kunci, kebetulan ayahku adalah ketua RT di sini. "Teteh mau pulang dulu, sudah lama tidak menengok orang tua", yang aku suka semakin hari kita semakin akrab, walaupun sebatas pertemanan saja. "Tidak besok pagi saja teh? hari ini hujan dan sudah gelap, nanti kalau ada apa-apa gimana?", dia tersenyum manis padaku "Terima kasih atas perhatiannya adikku sayang...mudah-mudahn tidak ada apa-apa di jalan.", akupun membalas senyumannya. Namun, hatiku tidak tenang, setelah teh siska pergi aku pun menyusulnya.

Ternyata, Bertus anak saudagar kaya itu sakit hati dan punya niat jahat padanya. Dia dan teman-temannya merencankan sesuatu. Tanpa curiga teh siska membenhentikan ojeg yang sebenarnya adalah anak buah Bertus. AKu berusaha mencari teh siska dengan menggunakan sepedaku namun sepeda motor yang membawanya keburu hilang dari pandangan mata. Hujan semakin lebat, tiba-tiba motor yang ditumpangi teh siska berbelok dari arah terminal yang dituju. "lho...ini mau kemana pak, saya mau ke termina, tolong antar saya", "Lewat sini aja neng, lebih cepat" ujar si tukang ojek. Tiba-tiba muncul 2 sepeda motor yang masing-masing berisi dua orang mencegat ojeg itu, "Cepat turun jangan macam-macam", sambil mengacungkan senjat tajam, keempat orang bertopeng itu segera menghentikan ojeg itu. "Tolong...ada apa ini pak, tolong jangan apa-apakan saya" teh siska mulai ketakutan. "Sudah jangan banyak cingcong ikut saja", sambil menarik paksa teh siska, "Pak tolong saya" sambil memohon pada tukang ojeg, namun ternyata si tukang ojeg itu kini sudah mengenakan topeng. Hujan semakin lebat, payung yang dibawa juga sudah entah kemana. Hujan yang lebat membasahi seluruh pakaian teh siska, sehingga lekuk tubuhnya nampak tercetak di tubuhnya. Sambil menangis, teh siska memohon untuk dilepaskan. Sampai tiba di sebuah rumah tua ditengah kebun. Tampak rumah itu sangat tidak terurus, atpnya 80 persen sudah tidak pada tempatnya. Hujan yang besar membuat suasana semakin mencekam, hanya suara hujan yang terdengar, tangisan dan jeritan tolong teh siska hampir tidak terdengar.

Sesampainya di rumah itu telah menunggu seseorang yangjuga menggunakan topeng. "Hahaha...akhirnya si cantik datang juga, teruslah minta tolong jika ada yang bisa menolong", "Siapa kamu, tolong lepaskan aku", "kamu lupa sama saya ya? sekarang tidak hanya cintamu yang dapat aku miliki, bahkn tubuhmu hahaha..." sambil tangan bertus membelai pipi teh siska yang basah, teh siska hanya bisa memalingkan wajahnya karena kedua tangan teh siska dipegang erat dua orang dan yang lainnya mengamati situasi. "Lepaskan, tolong" jeritan itu tidak dihiraukan bertus, terus diciumi wajah teh siska, dengan sedikit keberanian teh siska menendang perut bertus hingga terjerembab ke belakng. "Sialan, aku balas sekarang dengan yang lebih menyakitkan", ditampar wajah teh siska sehingga terhuyung dan jatuh ke tanah. Jilbabnya masih tampak rapih ditengah kuyup basah karena hujan yang membashi, saat jatuh betisnya yang putih tersingkap bahkan gelappun tak mampu menyembunyikannya.

Bertuspun mulai menindih teh siska dan menciumi pipi dan bibirnya, teh siska ters memalingkan wajahnya sambil berupaya mendorong bertus. "Joko...Jarot...pegang tangannya, Tunggul...Bondan pegang kakinya" bertus memberi perintah, teh siska semakin tidak berdaya. dia hanya bisa menangis sambil menggigit bibirnya. bertus mulai meraba betis hingga naik ke pahanya, sekaligus mnyingkap roknya yang lebar. "Hahaha sekarang aku bisa melakukan apa saja padamu", tangan kiri bertus memegang payudara kanan teh siska dari luar jilbabnya sambil meremas, Aaa....saki... it....tolong lepasin" bertus semakin bersemangat meremas payudara teh siska. Teh siska hanya mengerang dan pasrah. bertus mulai leluasa menindih tubuh teh siska, kemudian menarik bagian atas gamsnya hingga robek, nampak dua buah payudara yang indah dan putih seakan ingin melompat dari bra yang dikenakannya, payudara gadis yang selalu terawat dan masih sangat kencang. bertus menyibak jilbab teh siska yang lebar ke ata sehingga bagian dada dan lehernya yang jenjang terlihat. tidak menunggu waktu lagi langsung mencium kedua payudara itu kemudian nik ke leher, dan menggigitnya. Sekali lagi teh siska hanya bisa mengerang kesakitan sambil mengggit bbir bawahnya. Tangan bertus semakin tidak erkendali, tangan kanannya yang sedari tadi mengelus paha teh siska mulai berani menyeruak ke selangkangan dan mengelus daerah vagina teh siska. "Tolong...jaaa...ngaann...apapun yang kamu mau, tapi tolong jangan renggut itu dariku, sekali lagi tolong,...apapun akan aku lakukan", bertus tersentak, dan kemudian menghentikan kegiatannya. "Benar, mau melakukan apa saja?", "ya...apa saja, amu mau ambil uangku, HPku silahkan saja semuanya, tapi tolong lepaskan aku" teh siska sedikit memiliki harpan. "Kalau itu aku sudah punya banyak, tapi aku hargai perkataanmu, ayo semua...lepaskan pegangannya" anak buah bertuspun melepaskan pegangannya.

Teh siska mulai dapat bernapas lega, dan beringsut menutupi bagian dadanya yang terbuka dan menarik ke bawah roknya yang tersingkap. Bertus mulai melepaskan celananya, terlihat penis bertus yang mengacung bak tombak yang akan menghujam saat pertempuran. teh siska mulai terduduk sambil terus menutupi dadanya menggunakan jilbabnya yang sudah tidak karuan warnanya. "Ayo sini mendekat...katanya kamu mau melakukan apapun", teh siska mendekati bertus hingga tepat wajahnya di depan penis bertus yang mengacung. Wajah teh siska terus menunduk ke bawah dan terus menangis tersedu. "katanya kamu mau melakukan apapun, sekarang jilat penisku!" teh siska masih terdiam dan tidka berani melakukan apapun. "cepat! atau aku paksa kamu menyerahkan mahkotamu" teh siska mulai berani mendekat, dipegangnya penis bertus dengan tangan kiri dan mulai menjilatnya. "hahaha...sekarang kamu milikku" teh siska semakin terguncang, tangisnya mulai mengeras. "Kok cuma sekali, ayo teruskan" teh siska mulai menjilat-jilat kembali penis bertus, bertus mlai merasakan geli yang sangat di jung penisnya. Tanan kanan bertus memegang kepala belakang teh siska, kemudian mendorong sehingga wajah teh siska semakin masuk ke dalam selankangannya. "uhhmm....phhmmff..." seluruh mulut teh siska penuh oleh penis bertus yang hanya terlihat setengahnya saja. Tangan bertus mulai memaju mundurkan kepala teh siska sehingga penis bertus keluar masuk ke mulut teh siska yang mungil. "uhh...uh...mhhppp..." teh siska tak dapat berkata apapun. Sedangkan bertus mulai merasakan kenikamatan.

Sedanhgkan aku masih terus memacu sepedaku mengikuti jejak sepeda motor yang ditinggalkan, sudah lama aku berputar-putar tapi masih belum menemukannya teh siska. "mhh...bukannya ini payung yang dipakai teh siska" gumamku ketika menemukan payung kecil yang cantik teronggok dipinggir jalan. Ku merasa ni jalan yang sudah benar. Hari yang gelap dengan hujan yang deras semakin menyulitkan pencarianku, jas hujan yang kupakai sudah tidak mampu menahan air karena derasnya hujan sehingga tembus hingga kedalam.

"aahh...enak...terus sayang" teriak bertus, "hahaha lihat gadis alim itu, sok gaya menolak bos kita sekarang tau akibatnya" ujar kawanan anak buah bertus. "Bos, kalau sudah puas jangan lupa bagi-bagi ya, kita juga belum pernah nih ngerasain gadis alim yang sok suci ini", Mata bertus mulai merem melek merasakan kenikmatan, sedangkan teh siska hanya pasrah ketika angan bertus memaksa kepalanya untuk maju mundur di depan selangkangan pria itu. Sampai akhirnya "Aaahh...siska aahh..." bertus mengejang, gerakan tangan yang memajumundurkan kepala siska semakin kencang, dan..."aahh..." mulut siska merasakan sesuatu yang hangat menyemprot ke dalam rongga mulutnya, sesuatu yang sangat menjijikkan. "huk....mhhh..ppff...huk" siska terbatuk. "Ayo telan, jangan dibuang sedikitpun" siska pun menjilati sisa sperma yang masih menetes di ujung penis bertus. Jilbabnya mulai acak-acakan, dan sesekali sisa sperma bertus yang muncrat mengenai wajah teh siska. Bertus terduduk dan menikmati hal fantastis yang baru dia alami, seorang gadis yang masih terbalut dengan jilbabnya melakukan oral padanya. Sedangkan teh siska terus menunduk dan menangis.

Aku terus menerobos pakatnya hujan dan menuju ladang milik orang tua bertus, aku curiga sesuatu terjadi dengan teh siska, aku tidk mau seseorang yang aku sayangi terluka. Tanpa mennggu komando, anak buah bertus menyerbu siska yang masih terpaku, ada yang mnarik tangannya, ada yang menarik kakinya, ada yang meremas-remas payudaranya. "Jangan dibuka jilbabnya, biarkan sja biar kita merasakan tubuh gadis alim ini hahaha" seru joko. teh siska semakin tak karuan dan menangis dalam diamnya. Aku mulai menemukan sebuah rumah tua yang nampak gelap dan tidak terurus, nampaknya seperti bekas gudang milik keluarga bertus. Aku mengendap-endap mendekati rumah kosong itu, sambil memperhatikan keadaan sekeliling. dan aku menemukan suara gaduh didalamnya. gelak tawa beberapa laki-laki dan jeritan yang terputus-putus dari seorang wanita yng suaranya saya kenal sekali.

"Ah....jangan sakit...tolong lepaskan...ahh..." pinta teh siska memelas, ketika dua tangan kasar meremas kedua payudaranya. sedangkan seorang lagi nampaknya mulai melepskan celana dalam teh siska. Aku yang melihat pemandangan itu segera berpikir dan cari akal apa yang harus aku lakukan karena untuk melawan mereka sangat tidak mungkin. Rok teh siska mulai disingkap ke atas, kedua kakinya direntangkan sehingga terlihat jelas selangkangannya yang samar oleh sedikit cahaya bulan. Hujan nampaknya mulai mereda, tapi tangis teh siska semakin menjadi. Ssosok tubuh gempal mulai menurunkan celananya, dan mendekati ke selangkangan teh siska. Teh siska hanya bisa memalingkan wajahnya dan tak tahan terhadap apa yang dia alami. Sihingga penis pria gempal itu mulai mendekati dan menempel pada bibir vagina teh siska. Aku semakin cepat berpikir, apa yang harus aku lakukan. Sesaat sebelum pria itu melepaskan hajatnya tiba-tiba Buu...ukk... tubuh gempal pria itu terjengkak. "Bodoh kau Bondan, itu bagianku tahu...!!!", "Iy...iya boss, maafkan saya", "hampir saja kamu merusak acaraku bodoh", "sekali lagi maafkan saya". Sekarang terlihat bertus yang mulai jongkok diantara selangkangan teh siska, teh siska hanya bisa menangis lemah. penis bertus yang masih loyo setelah tadi memuntahkan lahar hangat mulai ditempelkan dan digessek-gesekkan ke vagina teh siska. Teh siska terlihat pasrah terhadap nasibnya, dia hnya terus menangis.

Aku akhirnya menemukan ide, aku ambil besi yang teronggok disebelahku. Penis bertus yang mulai tegang kembali sepertinya siap menembus pertahanan terakhir teh siska yng mulai lemah tak berdaya. Aku mulai beraksi, ketika penis itu mulai menempel di bibir vagina teh siska, aku pukulkan keras-keras besi yang aku ambil tadi ke tiang listrik yang ada didekatku untuk membangunkan warga. Mendengar dentingan suara tiang listrik bertus dan kawannya kaget, dan segera melarikan diri. "Sialan...siapa itu, sambil" umpat bertus sambil membetulkan celananya. sedangkan teman-temannya sudah kabur duluan. Aku segera mendekati teh siska yang terbujur lemah, dan menutup badannya dengan jas hujan yang aku pakai. "Ayo teh cepat sebelum warga datang" aku memapah teh siska ke arah sepedaku dan memboncengkannya, sampai akhirnya saat warga datang aku sudah hilang dutelan malam.

"Sialan...ada apa sich sampai pukul tiang listrik segala, aku kira ada maling" umpat warga yang mulai berduyun-duyun datang ke sumber suara tadi. Namun mereka tidak menemukan apapun. Aku sendiri bersykur tidak diketahui bertus dan temantemannya jika saja mereka tahu bisa mampus aku. dan teh siska juga bisa selamat. "terima kasih ya Rus, entah jika tidak ada kamu apa yang terjadi", ujar teh siska lemas ketika sampai di kosnya. "ya sudah teh siska istirahat saja, mau aku temani?", "hus...jangan apa kata orang nanti kalau lihat kamu tidur di rumahku, bisa jadi fitnah", "baiklah aku pulang, tapi aku panggil dulu ya si asih adikku ntuk menemani teteh", kebetulan adikku juga sering diajar mengaji oleh teh siska. "Terima kasih ya Rus, tapi ingat peristiwa ini hanya kita saja yang tahu, teteh malu kalau orang lain sampai tahu", "baiklah teh, aku janji"

Sejak itu aku semakin akrab saja dengan teh siska, bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Namn perasaanku terus berkecamuk, nampaknya teh siska belum menyadari apa yang aku rasakan. sebenarnya akupun menginginkan dia, bisa bersama dia, mereguk cinta terindah di dunia.



Sore itu hujan sangat lebat di bulan desember ini, ada seorang anak kecil datang mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Teh Siska, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak. "Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Teh Siska" ujar anak SD murid mengaji teh siska.

Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru bahasa inggris ini rupanya makin lengket dan akrab denganku. Sesampainya di rumah teh siska, "Rus...tadi waktu ngajar listriknya tiba-tiba mati, mana mau hujan lebat lagi, aku takut sendirian kalau lampu masih mati begini, tolong perbaiki ya", "Oke teh, asal bayarannya jelas" aku berseloroh, "emang bayarannya berapa sih? sama teteh sendiri aja pake bayaran", "mahal atuh teh, pokoknya sesuatu yang mahal", "apa itu?" teh siska penasaran, "ada aja dech teh" ujarku, "awas kamu ya kalu mikir yang macem-macem" ancam teh siska sambil tersenyum, yang semakin memancarkan kecantikannya dalam balutan jilbab hitamnya, dan dia sat itu mengenakan kemeja longgar warna putih dipadu rok abu-abu polos ang napak ketat mengikuti lekung pinggulnya, hanya saja terturup oleh kemejanya yang diurai keluar. rok seperti itu maka lekukan panggul teh siska semakin nampak, seperti gitar spanyol yang indah, aku tertegun memandang tubuhnya yang penuh misteri. "Rusdi, please don't look at me like that" dia mulai jengah ku perhatikan tubuhnya, "apa artinya tuh teh?" "makanya belajar anak bandel" sambil melihatku gemas yang membuat aku semakin berdegup dan gemas padanya.

Di rumah kontrakan teh siska, suasana sepi. hampir malam dan mendung membuat sore itu seakin pekat. "Boleh khan aku masuk teh?" "kalau kamu gak masuk gimana bisa diperbaiki?", "ya biasanya khan aku gak boleh masuk sama teteh", "iya tentu, tapi ini kan darurat," pintanya.

Darahku mendesir ketika membuntuti langkah teh siska. Betapa tidak, walaupun tertutup darah pinggul dan pantat tetap membentuk dan terbayang sangat indah ketika kulihat dari belakang. "Anu, Rus... akhir-akhir ini listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya... Kau tak keberatan kan?" pinta teh siska kemudian.
Tanpa banyak basa-basi menunjukkan ku di tempat MCB dan Sekering berada yang kebetulan dekat sekali dengan kamarnya
"Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib dan hujan"

Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutusukan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi aku tahu persis, kamar itu pasti tempat tidur teh siska jika dilihat dari tata letak ruangan yang rapih dan bau yang mewangi di sekitarnya. Celakanya, ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke ruangan sebelah. aku juga tak bisa menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke ruangan lain lagi. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah teh siska tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan teh siska.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero desa. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi. "Wah, maaf teh aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus bawa tangga khusus," jelasku sambil melangkah keluar kamar. "Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.... merepotkanmu," balas teh siska. "Itu teh hangatnya diminum dulu."

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua berakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk masalah yang sensitif. Entah bagiamana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang pribadi. Aku membeanikan diri memegang tangan teh siska, "ihh...rusdi apa-apaan sich" bentaknya agak kaget sambil menarik tangannya. "Maaf teh, hanya ingin aja memegang tangan teteh, abis menggemaskan sekali jari teteh yag lentik itu", "mhh...kamu ini, hayo sudah berapa wanita yang kamu perdaya dengan rayuan gombalmu itu?" tanya teh siska, "wah gak keitung teh, cuma yang belum pernah yang seperti teteh", "kamu nih..." sambil tangannya mulai berani mencubit lenganku, "aku tuh sudah menganggap kamu tuh seperti adik teteh sendiri", "aku khan cuma bercanda teh, emang teteh belum pernah disentuh laki-laki ya?" tanyaku mulai memancing, "tidak juga" jawabnya singkat, "teteh gak pernah pacaran ya?" tanyaku lagi, "mhh...pernah juga sich dulu waktu SMU, tapi sejak kuliah aku sudah tidak mau pacaran lagi", ungkapnya mulai terbuka. "kalau kamu pasti sering ya?" teh siska balik bertanya, aku hanya menjawab dengan senyuman. "waktu pacaran teteh gak pernah disentuh? cium atau apa gitu?", "ya paling cium, sama pegangan tangan aja", "apanya yang dicium?" aku semakin mencecar "bibir?", teh siska hanya terdiam, aku yakin jawabannya pasti iya. "waktu teteh dicium itu, apa teteh tidak merasakan sesuatu?". "ihh...rusdi kamu kok nanyain begituan sich?, teteh khan manusia normal juga, ya pasti merasakan lah, dan itu salah satu alasan teteh gak mau pacaran, takut tidak bisa terkontrol", "berarti ada dong teh rasa terangsang, atau dorongan seksual?", sambil agak melotot "ya iya atuuhh...teteh khan manusia bukan malaikat", "Rusdi kira orang seperti teteh gak pernah merasakan itu", sambil aku mulai memegang tangannya lagi. Tapi anehnya sekarang dia tidak menarik tangannya. Aku mulai berani melakukan belaian lembut ke tangan teh siska, teh siska tidak bergeming dan tidak marah, aku mulai berani menaikan tanganku ke arah lengannya yng tertutup lengan dari gamisnya. Suasana hening saat itu, aku menaksikan wajah teh siska yang bersemu merah dari cahaya lilin yang terpendar. Aku mulai berani naik keatas dan merangkul pundak teh siska, teh siska hanya terdiam saja ketika kepalanya mulai kusandarkan ke bahuku. yang ku rasakan badannya begitu panas seperti api yang membara, nafasnya mulai terengah-engah tanda dia tidak dapat mengontrol dirinya.

Merasa di atas anginm aku bahkan tak segan-segan membelai wajah teh siska, membelai hidungnya yang bangir, mata, hingga bibirnya dan sebagainya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar dari yang aku kira. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Teh Siska sendiri juga tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. bahkan dia tidak bergeming ketika aku dekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang tipis. Dia tidak bereaksi, tidak marah juga tidak membalas.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku masih tetap terus memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada teh siska yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut. Semua kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh jilbabnya yang masih nampak rapih.

Tiba-tiba "Aaah...Rusdi...jangan..." Teh siska menepis tanganku yang berada di payudaranya, dan bibirnya melepaskan dari bibirku. matanya masih terpejam, nafasnya tidak teratur sepereti sehabis berlari. hujan semakin lebat disertai kilatan petir yang terus menggelegar, seorangpun tidak daat mendengar aktivitas yang kami lakukan. kubelai lembut wajahnya, matanya terpejam dan bibirnya masih membuka. Teh siska cantik sekali malam ini, aku tahu dia sebenarnya merasakan sesuatu yang sangat fantastis.

Aku beranikan kembali memagut bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. berganian kupagut bibir bawah dan bibir atasnya. Teh siska masih tidak bereaksi, hanya desah nafasnya semakin tidak beraturan, aku rasakan detak jantunya pun semakin kencang. Ku beranikan tanganku menyusup dibalik jilbabnya, masih dari luar kemejanya. Ku mulai meremas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Anehnya, kali ini teh siska tidak bereaksi menolak dan menepis tangaku. AKu pikir dia mulai menikmati itu. Mengetahui teh siska tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu yang selama ini selalu terlihat tertutup dibalik jilbab dan gamisnya. Ku usap-usap terus payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh teh siska mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.

"Uuuuhhh... Rus.....aaahh..." teh siska mendesah saat jamahan tangan kiriku mendarat di selangkangannya. Penisku pun bertambah menegang akibat pantat teh siska yang begitu kencang dan montok berulang kali menempel di selangkanganku, membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Aku yakin teh siska juga merasakannya, membuatku semakin bernafsu meremas-remas payudaranya dengan tanganku itu dari kemejanya yang masih tertutup rapat. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.

"Aaauuhh... Rus... uuuh....." teh siska mendesis-desis dengan desahannya karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing kemeja teh siska dari yang paling atas hingga kancing terakhir, kemudian aku sibak jilbabnya ke atas. Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir teh siska dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang teh siska yang terbuka karena jilbabnya aku singkapkan, membuatnya menggelinjal-gelinjal sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha teh siska sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera ku elus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala teh siska tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu teh siska yang langsung saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah seorang wanita yang begitu menjaga kesuciannya. Berbeda dengan pacar-pacarku yang lain, begitu murah menjual tubuhnya demi kepuasan dan harta.

"Iiiihh..... auuuhhh..... aaahhh....." teh siska tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya. Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak. AKu yakin, baru kali ini dia merasakan sensasi yang begitu fantastis, sensasi manusia normal secara umum, yang mungkin dia sendiri tidak akan enyangka akan merasakan ini dengan seorang muridnya sendiri.

Kupegang tali pengikat beha teh siska lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut teh siska. Puting susu teh siska yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu teh siska. Kuingat saat aku menyedot payudara pacarku. Bedanya, payudara teh siska ini jauh lebih terawat dan kencang karena belum terjamah oleh siapapun. teh siska menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

"Oooh.... Ruuuuuuuus" desahan teh siska semakin lama bertambah keras. Untung saja hujan masih deras dan letaknya rumah kontrakannya yang memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu teh siska yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan mahirnya. Kukulum ujung payudara teh siska. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. teh siska pun semakin merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

"Ruuusss..... Aaaahhhhh....." teh siska menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu teh siska yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Ku singkap rok yang teh siska kenakan. Terpapang didepan mata paha yang putih mulus dan jenjang, paha yang belum tersentuh oleh lelaki manapun. Kemudian tanganku berpindah ke selangkangannya, kurasakan celana dalam yang teh siska kenakan sudah basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya. Aku makin berani dengan menanggalkan celana dalamnya itu ke bawah hingga terlepas dari mata kaki. Tubuh bagian bawah teh siska sekarang tek tertutup sehelai benangpun. Samar-samar kulihat rambut di vaginanya tercukur rapih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar